Kepada istri tua…, kanda sayang padamu. Kepada…istri muda…, I say I love you.
MUZAKIR MANAF. Sosoknya tak lagi asing bagi mayoritas masyarakat di Provinsi Aceh. Betapa tidak, ia saat ini merupakan orang nomor dua (Wakil Gubernur Aceh) yang mendampingi Zaini Abdullah di daerah tingkat I, yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera tersebut.Lirik lagu Ahmad Dhani
Namun demikian, hasrat Mualem (sapaan Muzakir Manaf) untuk menjadi
orang nomor satu menggantikan Zaini Abdullah sangatlah menggebu-gebu. Ia
bahkan telah jauh-jauh hari ambil start –dua tahun jelang
pemilukada– mengumumkan bahwa akan mencalonkan diri melalui Partai Aceh
sebagai gubernur, pada pemilihan kepala daerah tahun 2017 nanti.
Di balik keinginan Muzakir Manaf yang bertujuan menjadi Gubernur Aceh
untuk periode berikutnya (2017-2022), ada sisi profil yang cenderung
ditutup-tutupi dari publik. Semestinya, rakyat Aceh mengetahui sepintas
profil kehidupan pribadi calon orang nomor satu di Tanah Rencong.
Dengan adanya keterbukaan demikian, masyarakat pun tak lagi ragu dalam menilai kapabilitas seseorang yang akan memimpin. Sisi yang dimaksud dan telah menjadi desas-desus yang ramai diperbincangkan publik di Aceh adalah jumlah istri Muzakir Manaf.
Sebagai calon Gubernur Aceh yang nantinya akan menggunakan fasilitas
negara dan digaji dari uang rakyat yang bersumber dari pajak,
ketertutupan Mualem seharusnya tak boleh terjadi. Apalagi di era
demokrasi seperti saat ini yang menghendaki keterbukaan seorang kandidat
yang nantinya menjadi pemimpin khalayak ramai setingkat provinsi.
Sebab itulah, perempuan-perempuan yang menjadi pendamping hidup
Muzakir Manaf seyogianya diketahui oleh masyarakat. Karena ini
menyangkut anggaran rakyat yang nantinya digunakan untuk menopang hidup
dan menjadi sumber utama dalam menjalankan tugasnya; bila nanti terpilih
sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022.
Di antara sederet perempuan yang menjadi istri Muzakir Manaf, ada beberapa nama yang beredar dan muncul ke publik, yaitu: Marlina Usman (istri yang tampil secara “resmi” mendampingi Mualem selama ia menjadi Wakil Gubernur Aceh), Salmawati (pernah tampil saat pemilukada tahun 2012), dan Kiki (perempuan yang sering disapa Kiki Mualem dan berprofesi sebagai PNS di Banda Aceh).
Tidak hanya itu. Ada beberapa nama lainnya selain tiga orang
perempuan tadi, yang menjadi istri Muzakir Manaf. Dan berdomisili di
luar Aceh.
Perlu diketahui bahwa Muzakir Manaf memiliki beberapa bisnis di luar
Aceh, yang menjadi “obat kuat” baginya untuk meraih ambisi di Aceh.
Termasuk menyalurkan “hobi”-nya mengoleksi sejumlah perempuan. Di
antaranya adalah bisnis perhotelan dan transportasi.
Bisnis hotel berlokasi di Medan; sedangkan bisnis transportasi
menjangkau hingga ke Pulau Jawa. Dalam hal transportasi, ada beberapa
bus Sempati Star yang dimiliki Mualem dalam bisnis yang dikelola Sepakat Group tersebut. Khususnya yang berwarna hitam.
Entah dari mana duit itu didapat. Mengingat banyak mantan kombatan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dahulu dipimpin Muzakir Manaf justru
hidup dalam keadaan serba kekurangan. Belum lagi rakyat Aceh yang ikut
terkena imbas konflik yang dimulai oleh GAM sejak tahun 1970-an.
Uang triliunan rupiah yang disalurkan pemerintah pusat di Jakarta
untuk dijadikan modal usaha eks GAM dalam menata kehidupan baru, justru
banyak hilang “tak berjejak”. Berbeda jauh dengan kehidupan elit GAM
yang hidup serba cukup dan cenderung mewah. Salah satunya adalah Haji Muzakir Manaf.
Terkait dengan bisnis Muzakir Manaf, hal ini bertolak belakang dengan
pernyataannya sendiri yang meminta investor menanamkan modal di Aceh
untuk menggeliatkan pertumbuhan ekonomi, serta menambah lapangan kerja
bagi masyarakat Aceh. Sedangkan Muzakir Manaf sendiri malah memilih
berinvestasi di Sumatera Utara –luar Aceh.
Sidney Jones, seorang pakar dan peneliti terorisme di Asia Tenggara,
bahkan menyebut Muzakir Manaf bersama kelompoknya, menguasai sumber daya
ekonomi di Aceh, terkait proyek-proyek pemerintah daerah melalui PT.
Pulo Gadeng. Informasi itu dihimpun dalam laporan yang dirilis Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), yang dipimpin Sidney Jones, dengan judul: “Political Power Struggles in Aceh”.
Tak heran, jika banyak proyek-proyek yang biayanya bersumber dari
pemerintah daerah yang eksekutif maupun legislatifnya dikuasai Partai
Aceh, memenangkan atau menunjuk langsung orang-orang yang “dekat” dengan
Muzakir Manaf. Rupiah pun mengalir “deras” tanpa jaminan akan bagusnya
kualitas proyek yang dilaksanakan. Malah banyak yang terlantar dan rusak
setelah pemakaian kurang dari setahun. Sumber daya ekonomi pun tak lagi
berpihak pada kepentingan masyarakat.
Sangat kontras dengan kehidupan rakyat Aceh yang masih terjebak dalam
kemiskinan. Di mana persentase menunjukkan bahwa kemiskinan di Aceh
merupakan salah satu yang tertinggi di Pulau Sumatera. Data yang dirilis
Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh tahun 2014: kemiskinan 18,05 persen.
Atau meningkat daripada tahun sebelumnya.
Maka dapat dipahami dari mana sumber keuangan Muzakir Manaf yang
notabene non-pengusaha mampu menambah jumlah perempuan dalam
“lingkaran”-nya, sekaligus membiayai kehidupan mereka beserta
anak-anaknya.
***
Selaku orang yang berperan penting dalam GAM, nama Muzakir Manaf
sering dielu-elukan saat konflik Aceh (1976 – 2005) berkecamuk. Mulai
dari yang biasa, hingga yang konyol sekalipun.
Ia disebut-sebut mampu mengendarai pesawat tempur, menguasai banyak
bahasa asing, sampai-sampai “kebal” terhadap peluru senjata api. Mungkin
“kebal” yang dimaksud adalah ia selalu berhasil melarikan diri dari
sergapan militer. Dalam hal bahasa, ia masih gagap-gagap menggunakan
Bahasa Indonesia dan terkadang salah ucap. Apalagi bahasa dari luar
negeri.
Ketika awal-awal perdamaian Aceh, Muzakir Manaf mulai sering muncul
di hadapan publik. Tak ada yang luar biasa dari sosok yang satu ini.
Kehidupannya pun dapat dikatakan sederhana. Desas-desus kehidupan
pribadi Muzakir Manaf –seperti saat ini– masih jarang terdengar.
Percakapan tentang “perempuan-perempuan” Mualem nyaris tak ada. Dan ini
berbeda jauh dengan kondisi sekarang.
Kehidupan Muzakir Manaf banyak berubah setelah terbentuknya Partai
Aceh tahun 2007, yang sebelumnya adalah Partai Gerakan Aceh Mandiri
(GAM). Partai Aceh menjelma bagaikan “mesin pencetak uang” baginya.
Di pemilukada tahun 2012, yang mana ia ikut mencalonkan diri menjadi
pasangan Zaini Abdullah yang diusung Partai Aceh, Muzakir Manaf muncul
di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 29 kompleks terminal Panton Labu, Aceh
Utara, bersama istrinya, yang kemudian diketahui bernama Salmawati.
Muzakir Manaf mengenakan pakaian gelap; sedangkan Salmawati berbusana
dengan warna variatif, yang didominasi kebiru-biruan dan berjilbab
hitam. Keduanya seakan kompak menunjukkan jari kelingking masing-masing
yang telah dilumuri tinta usai pencoblosan kertas suara.
Tak ada yang istimewa. Sudah menjadi pemandangan umum bilamana ada
pasangan suami-istri bersama-sama yang menuju dan memilih di suatu TPS.
Begitu pun dengan Muzakir Manaf-Salmawati.
Perbedaan langsung terlihat mencolok setelah pasangan Zaini
Abdullah-Muzakir Manaf dinobatkan sebagai pemenang pemilukada gubernur
dan wakil gubernur tahun 2012, yang akan memimpin dalam periode
2012-2017.
Sosok perempuan yang mendampingi Muzakir Manaf telah berubah. Bukan
lagi Salmawati, melainkan Marlina Usman. Perempuan yang akrab disapa Kak
Na ini, menjadi “first lady” resmi Muzakir Manaf, berkenaan
aktivitasnya selaku pejabat. Istri yang tampil adalah Marlina Usman. Di
sisi lain, Salmawati tak lagi kelihatan sebagaimana ketika bersama
dengan Muzakir Manaf mencoblos di TPS 29 Panton Labu. Nama Salmawati
bagai “lenyap ditelan bumi”.
Tentu saja, Marlina Usman makin percaya diri mendampingi Muzakir Manaf. Aktivitas yang berkaitan dengan Muzakir Manaf sebagai wakil gubernur Aceh, sudah tentu mengikutsertakan Marlina Usman sebagai istri. Dan, di tiap-tiap spanduk atau papan iklan yang memajang Muzakir Manaf bersama istrinya, maka, wajah Marlina Usman lah yang terpampang.
Jika pemilukada tahun 2012 Muzakir Manaf mencoblos bersama Salmawati,
maka pada pemilihan legislatif 2014, ia melakukannya dengan Marlina
Usman. Itu dilakukan di kawasan yang sama: Aceh Utara. Namun kali ini
Muzakir Manaf bersama Marlina Usman, mencoblos di tempat kelahirannya:
Desa Mane Kawan, Kecamatan Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara. Tepatnya di
TPS nomor 2.
Desas-desus yang berkembang dalam percakapan publik terkait jumlah
istri Muzakir Manaf, bukan lagi isapan jempol belaka. Satu per satu
wajah perempuan yang “berbeda-beda” di lingkup kehidupan pribadi Muzakir
Manaf mulai bermunculan. Isu yang berembus ternyata sesuai dengan fakta
yang terlihat.
Publik di Aceh semakin yakin bahwa Muzakir Manaf memang “menyimpan” sejumlah perempuan.
Sosok perempuan lain yang terang-terangan mengaku sebagai istri
Muzakir Manaf adalah Kiki. Perempuan yang satu ini akrab disapa Kiki
Mualem. Nama lengkapnya masih misteri.
Dalam sebuah acara sunatan anak dari temannya, yang dihadiri oleh
Kiki, ia mengaku sedang hamil 6 bulan. Dan Kiki mengharapkan doa restu
agar kehamilan hingga kelahiran anaknya dari buah cinta bersama Muzakir
Manaf, berjalan lancar.
Kabar ini tentu saja menyentakkan. Tabir lain tersingkap. Setelah
Salmawati dan Marlina Usman, kini muncul perempuan yang disapa Kiki
Mualem. Sudah tiga perempuan yang bermunculan. Dan itu belum termasuk
perempuan dari Pulau Jawa, yang kabarnya, di sana Muzakir Manaf juga
“menyimpan” pasangan hidupnya.
Misteri perempuan yang “melingkari” Muzakir Manaf makin terkuak satu demi satu.
***
Poligami memang bukan hal yang asing. Hal ini telah menjadi gejala
umum yang menghinggapi orang-orang yang berbakat sebagai kolektor
perempuan –khususnya di era sekarang. Orang Aceh sering menyebutnya agam landôk (lelaki bandot). Di bidang ini, mereka biasanya beralasan sebagai “sunnah nabi”.
Tapi sering enggan mengikuti sunnah nabi yang lebih bermanfaat:
menafkahi dan memelihara anak yatim. Fenomena poligami tak hanya terjadi
dalam komunitas umat Islam. Di kalangan umat agama-agama lainnya juga
banyak.
Di Indonesia bahkan pernah ada ajang perlombaan dalam menyalurkan “bakat” dan “hobi” poligami.
Ajang kontestasi itu dinamakan Poligami Award. Setiap kontestan atau
peserta akan dinilai kemampuannya dalam ber-poligami. Dan bagi pemenang,
maka akan mendapatkan piala Poligami Award.
Muzakir Manaf sepertinya cocok untuk berpartisipasi dalam kontes Poligami Award
tersebut. Sekurang-kurangnya, talenta poligaminya akan makin berkilau.
Siapa tahu, ia berkesempatan menjadi “juara” Poligami Award; seperti
Puspo Wardoyo, yang juga pemilik Restoran Ayam Bakar Wong Solo.
Dibutuhkan kemampuan “super” bagi seseorang yang suka poligami. Kalau
tidak bisa mengelolanya dengan “seimbang”, maka, kekacauan pun tak
terhindarkan. Muzakir Manaf tampaknya “mahir” di bidang ini (poligami).
Muzakir Manaf sepertinya sangat “taat” mengamalkan anjuran yang
disampaikan Ahmad Dhani melalui lagu yang dahulu pernah dinyanyikan oleh
musisi sekaligus aktor Malaysia keturunan Aceh (P. Ramlee): “Madu
Tiga”. Dalam salah satu liriknya berbunyi: “kepada istri tua…, kanda
sayang padamu. Kepada…istri muda…, I say I love you.”
Dengan demikian, perempuan-perempuan yang melingkari Muzakir Manaf
tetap rukun, akur, harmonis, dan damai sentosa. Jika terpilih sebagai
Gubernur Aceh dalam pemilukada tahun 2017 nanti, maka ia tak perlu lagi
sibuk-sibuk “mengharmoniskan” istri-istrinya. Dan alangkah lebih bijak,
bila istri-istrinya “bergantian” mendampingi Muzakir Manaf selaku
Gubernur Aceh –jika terpilih.
Perhatian Muzakir Manaf terhadap istri-istrinya, perlu dipusatkan
lebih intens. Tentang bagaimana ia dapat membiayai segala kebutuhan
hidup mereka beserta anak-anaknya. Sumber keuangan tampaknya bukan
perkara sulit bagi Muzakir Manaf. Dan, selama ini ia telah terbukti
“tangguh” membiayai hal tersebut. Walaupun Muzakir Manaf bukanlah
seorang yang berprofesi sebagai pengusaha yang berpengalaman. Tapi
muncul “dadakan”.
Lingkaran perempuan-perempuan itu pun aman terjaga. [baranom.wordpress.com]
0 comments:
Post a Comment